Kamis, 13 Maret 2014

MESO sebuah gerakan budaya



MESO adalah gerakan bersama-sama untuk membudayakan rasa Malu, punya Etika dan SOpan-santun.

Bangsa Indonesia harus punya budaya:
1.  MALU terhadap perbuatan yang dapat merugikan pihak lain seperti kejahatan, korupsi, menipu, serakah dan lain sebagainya
2.  ETIKA setiap kita anak bangsa harus mempunyai etika dalam berbagai hal seperti etika berlalu lintas, etika pergaulan, etika bisnis, etika antri dan etika-etika lainnya
3.  SOPAN terhadap orang setiap orang, punya tata karma dimanapun kita ada

Dengan MESO kita wujudkan Indonesia yang damai, maju, terpandang dan berkualitas.

Saat ini pendidikan kita belum mengajarkan budaya MESO, kita sebagai generasi bangsa harus bersama-sama memulainya.

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa RAMAH. Tapi coba lihat di sekeliling kita sekarang ini, apa yang terjadi? Korupsi meningkat tanpa ada rasa malu, etika dalam kehidupan sudah dilupakan dan tidak ada yang peduli dengan sopan-santun. Kita hidup dalam lingkungan cuek dan individualism yang tinggi. Semangat gotong royong kian memudar. 

Ini saatnya, kalau bukan kita,siapa yang akan membuat Indonesia lebih baik?

Mari bersama-sama bergandengan tangan meneriakan budaya MESO.

Salam Meso

Rabu, 12 Maret 2014

Kesadaran



Saya menulis kata “KESADARAN” distatus handphone, beberapa menit kemudian saya menerima beberapa pesan sedikit menggoda dari teman berkomentar, “Jadi selama ini pingsan ya? Baru bangun? Koq baru sadar? Dan seterusnya.

Ya betul sekali. Saya setuju dengan para sahabat kalau saya baru saja terjaga dari tidur panjang dan sekarang sudah sadar. Betul saya baru sadar!

Kesadaran yang saya maksud di sini adalah apa yang saya sebut kesadaran sejati. Yaitu tahu ketika sesuatu sedang dilakukan, dapat merasakannya dan terkendali dengan baik.
Kesadaran berarti bangun dan terjaga.

Anda, saya dan kita semua setiap hari sibuk mengejar karier, berbisnis dan menjalankan aktivitas hidup masing-masing. Kita larut dan tenggelam dalam rutinitas ini, bahkan sebagian besar kegiatan itu dijalankan tanpa sadar seolah-olah sudah terprogram dengan baik dan tubuh hanya bagaikan robot untuk menjalankan semua itu. Hidup yang sudah benar-benar terpola.

Satu contoh yang simpel, bernafas. Setiap detik kita bernafas menghirup oksigen dan kita tahu bahwa kita harus bernafas kalau tidak artinya mati. Tapi apa kita masih sadar ketika menarik setiap oksigen yang masuk melalui tarikan nafas? Atau ketika nafas dihembus keluar? Berapa banyak di antara kita yang masih sadar atas rutinitas ini? Mungkin sebagian kecil dari kita tahu, tapi lebih sering tidak menyadarinya, kapan tarikan dan hembusan nafas itu terjadi. Kita tidak mau tahu apalagi peduli karena bernafas sudah berjalan dengan baik, otomatis. Nanti ketika masalah datang baru diperhatikan. Sama seperti sebuah mesin, bila dia bisa berjalan lancar ya sudah biarkan saja, tapi bilamana bermasalah baru kita berusaha mengatasinya.

Contoh lainnya adalah ketika bangun tidur dipagi hari, hal pertama yang saya lakukan adalah mandi. Meskipun saat itu kondisi saya masih mengantuk dan setengah sadar atau sedikit oleng karena belum sadar betul tapi untuk aktivitas mandi tidak mungkin terlewatkan. Mungkin ada di antara kita yang tidak mandi pagi? Bagi kita orang Indonesia rasanya mustahil… Apakah kita pernah menyadari hal ini? setidak-tidaknya bertanya pada diri sendiri berapa lama sudah aktivitas mandi pagi ini saya jalankan? Apakah kita melakukannya dalam kondisi sadar? Atau bagaikan robot yang sudah terprogram dengan pasti?.

Tentu masih banyak lagi aktivitas kita sehari-hari lainnya yang terjadi dalam kondisi tanpa sadar dan terjadi begitu saja, bahkan saat melangkahkan kaki pun kita tidak sadar kaki kiri atau kaki kanan, tertawa dan bicara juga sering kali tak sadar. Semua terjadi begitu saja, berlalu dan hilang. Lalu berapa banyak kegiatan sehari-hari yang disadari? Saya belum dapat menemukan data statistik ini atau mungkin juga belum ada penelitiannya, tapi saya pernah mencoba untuk menghitung dalam satu hari berapa banyak perbuatan yang saya sadari. Hasilnya lebih banyak yang tidak disadari dari pada yang disadari. 97% terjadi begitu saja. Ini kenyataannya.
 
Ketidaksadaran disebabkan pikiran bercabang karena sudah terbiasa berpikir dari satu persoalan ke persoalan lainnya. Pikiran selalu berubah-ubah dan dengan mudah lompat-lompat, berselancar, berkelana dan terbiasa bebas (tanpa terkontrol) mencari sesuatu yang menyenangkan sehingga sukar untuk dikendalikan, akibatnya kita tidak fokus, emosional, stres, gelisah dan lain sebagainya.
Kita terlalu mencintai pikiran-pikiran itu.

Pikiran adalah milik pribadi. Sesuatu yang menjadi milik pribadi maka kita yang punya hak penuh atas barang tersebut. Terserah mau kita apakah barang tersebut, apakah mau kita kendalikan atau dibiarkan bebas sebebas-bebasnya dan kitalah yang menentukannya. Karena kita adalah tuan atasnya. Demikian juga terhadap pikiran, meskipun sifat pikiran seperti di atas selalu berubah-ubah, lompat-lompat, berselancar, bebas dan mencari sesuatu yang menyenangkan bukan berarti kita tidak bisa mengontrol pikiran itu. Kita bebas memerintahkan pikiran, menyuruh dia melakukan apa yang kita mau, dan sebagai hamba maka pikiran itu harus mau tunduk menuruti tuannya.

Cara terbaik untuk mengendalikan pikiran adalah pertama-tama menyadari bahwa pikiran itu liar, lalu meditasi untuk melepaskan semua pikiran liar itu. Dengan meditasi kita melatih mengendalikan pikiran, bila pikiran sudah terkendali maka kesadaran muncul.

Ciputra, pengusaha properti terpandang pernah berkata setiap saat dia berpikir dan dia merasa sial karena tidak bisa berpikir selama tidur. Ini pengakuan sangat jujur, yang menunjukkan bukti bahwa pikiran itu memang liar dan tidak kenal lelah bekerja.

Kesadaran bukan sekedar penting bagi diri sendiri tetapi dalam banyak kesempatan juga berguna bagi lingkungan di mana kita ada. Ketika kesadaran itu terpelihara dengan baik dan melekat pada diri maka kita akan tampil menjadi pribadi yang berbeda. Mengapa ini bisa terjadi? karena kesadaran membawa kita kepada toleransi, empati, belas kasihan, tenang, bahagia dan rendah hati.

Pribadi yang beda itu mungkin saja, kalau dulu emosional maka sekarang lebih dapat mengendalikan emosi karena menyadari kondisi emosional tersebut. Apabila kita menyadari saat ini kita sedang dalam kondisi emosi tentu kita bisa langsung mengendalikannya, tetapi sebaliknya bila kita tidak menyadarinya maka emosi itu akan terus berlanjut dan berkembang. Gampangnya begini, Anda berjalan di bawah terik matahari yang sangat panas pada siang hari, bila Anda tidak menyadari terik matahari itu panas maka Anda akan terus berjalan sampai Anda menyadari terik matahari itu panas menyengat. Pada saat menyadarinya maka tubuh akan minta untuk berteduh atau menghindari teriknya panas dan disaat panas muncul, rasa haus dan keringat juga datang.

Saat ketenangan berdiam dalam diri maka perasaan menjadi nyaman, damai dan bahagia. Tubuh lebih relaks dan sistem sirkulasi darah dalam tubuh bekerja lebih baik. Sehingga segala energi negatif seperti emosi, egois, kebencian akan sirna terkikis energi positif yang timbul. Bahkan penyakit pun menjauh.