Rabu, 12 Oktober 2011

yang Waras Minggir!


Mengapa yang waras harus minggir? Karena hanya yang masih waras yang mau mengalah. Suatu pagi hari di ruas jalan tol ada satu mobil di jalur kanan dengan kecepatan tinggi, dan tiba-tiba di belakang mobil tersebut muncul mobil lain dengan kecepatan yang jauh lebih cepat lagi. Mobil tersebut berulang kali membunyikan klakson "tin, tin . . . . tin...." berulang-ulang sambil memainkan lampu dim-nya minta jalan. Tidak sabar! Lalu mobil pertama yang ada di depan mengalah dan memberi jalan kepada mobil tersebut untuk mendahului.

Seandainya pada saat itu mobil pertama yang ada di depan tidak mau memberi jalan, tentu mobil di belakang akan lebih marah. Karena mobil kedua berpikir jalur kanan untuk kecepatan tinggi dan mendahului, sedangkan mobil pertama berpikir sebaliknya. Kecepatan mobil dia sudah sesuai dengan aturan/ rambu lalu lintas.

Terlepas dari siapa yang salah dan benar dalam hal ini, yang jelas yang waras yang mau menggunakan pikiran, mengendalikan mulut dan menjaga perasaan hatinya.

Pikiran (otak), bicara (mulut) dan perasaan (hati) adalah tiga hal yang terpenting pada diri seseorang.


Pikiran
Segala sesuatu berasal dari pikiran bahkan untuk menciptakan sesuatu kita harus mulai melihatnya dalam pikiran terlebih dahulu. Mimpi sekalipun juga merupakan permainan pikiran.

Demikian hebatnya pikiran itu sampai dikatakan "you are what you think", Anda adalah apa yang anda pikirkan. Maka apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi. Memasukkan input negatif dalam pikiran kita setiap hari dampaknya akan merusak dan sebaliknya input positif output-nya akan baik.

Pikiran itu senantiasa liar! bergerak terus. Kadang logis dan di saat lain sangat tidak logis. Oleh karena itu kesadaran akan pikiran perlu terus dilatih agar pikiran terus dalam kondisi logis. Pada kondisi logis tindakan yang dilakukan adalah baik dan positif, tetapi pada saat tidak logis hal-hal tidak baik dan negatif yang terjadi. Contohnya membunuh hanya karena persoalan uang Rp 500,- Logiskah itu?
Agar pikiran tidak liar dan negatif, maka usahakanlah agar pikiran Anda fokus hanya pada kebaikan, dan jaga emosi. Semakin dapat disadari akan semakin dapat dikendalikan pikiran itu. Untuk mencapai itu semua dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
1.    Utamakan Tuhan di setiap pikiran, khususnya pada saat-saat pikiran kosong
2.    Doa dan meditasi, akan memberikan ketenangan batin dan pikiran yang jernih
3.    Senantiasa logis dalam bertindak
4.    Memberi input yang baik
5.    Sadari pikiran itu dan bila ngelantur kembalikanlah
6.    Ciptakan suasana hati yang baik

Meskipun pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus serta bergerak liar sesukanya. Tetapi apabila pikiran kita dalam kondisi logis dan mampu menatanya, kita akan bahagia.


Bicara
Sepintas mulut itu lemah. Tetapi di balik kelembutannya mulut menyimpan ledakan dahsyat yang setiap saat siap diledakkan. Walaupun tidak mempunyai kekuatan fisik seperti tangan dan kaki, ledakannya bisa lebih dahsyat dari pada kekerasan yang dilakukan tangan dan kaki. Dan ketajamannya melebihi sayatan silet. Kekerasan menggunakan tangan dan kaki mempunyai bekas tetapi kekerasan bicara tidak memiliki bukti sekalipun dengan hasil visum (kecuali direkam menggunakan bantuan teknologi).

Mulut dalam arti bicara adalah anugerah besar yang diberikan kepada umat manusia. Melalui bicara kita dapat berbagi pemikiran, mengerti satu sama lain, mengungkapkan ide, memberi nasihat, memberi semangat. Tetapi juga bisa menjadi masalah.
Ketika bicara tidak baik orang merasa tersinggung dan marah, dari nada bicara orang dapat merasakan kasih sayang dan kebencian. Apa yang diucapkan akan dipertanggung jawabkan pada akhirnya.

Ada sebuah ungkapan ''the more you talk, the more you expose yourself'' Semakin banyak kita bicara, semakin terbukalah jati diri kita dengan segala kelemahannya. Karena dengan tutur bahasa, "kelas" seseorang ditentukan. Bukan hanya materi belaka yang bicara, tetapi lebih dari itu. Pemilihan kata dan gaya bicara yang santun melampaui segala materi yang ada.
Saya pernah baca sebuah headline berita kira-kira seperti ini "Dia dibunuh karena perkataannya", lalu saya bertanya dalam hati perkataan apa yang sudah diucapkan korban sehingga dia dibunuh? Demikian kasarkah kata itu sehingga si pembunuh tersakiti sehingga dia tega menghabisi nyawa orang itu?
Ada kalanya kita kurang berhati-hati mengeluarkan canda atau perkataan. Meskipun tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan orang lain, namun ternyata bisa menyinggung dan mendatangkan dendam. Selain menyinggung, perkataan sia-sia pun bisa mencelakakan kita dalam banyak bentuk.
Semakin banyak bicara, semakin besar kemungkinan untuk mengeluarkan perkataan yang tidak bermanfaat dan mengundang kejahatan seperti gosip, mencela, sombong, bohong, menjelekkan orang lain dan lain sebagainya. Semua itu bisa dengan mudah keluar dari mulut ketika kita tidak punya kendali terhadap apa yang keluar dari mulut. Itulah sebabnya lidah diletakkan dalam mulut supaya dia terlindungi (diawasi) dan tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata. Karena ada kuasa di balik perkataan yang keluar dari mulut.
Sering kali kita mati-matian menjaga sikap, perbuatan dan tingkah laku, namun mengabaikan soal mengeluarkan perkataan, sia-sialah semua itu. Sekalipun letak mulut sama, tetapi dari mulut yang sama juga bisa keluar kata berkat dan kata kutukan. Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati dan bersumber dari pikiran.
Mulut meskipun kecil, tapi dapat melakukan perkara-perkara besar. Bisa mendamaikan dan sebaliknya bisa mendatangkan perang. Oleh karena itu perlu senantiasa berhati-hati dalam berkata-kata dan melatih diri supaya dapat mengendalikan mulut melalui:
1.    Mati raga terhadap mulut dan lidah dalam arti bicara
2.    Lambat dalam berkata-kata
3.    Bicara lembut dan sopan
4.    Dan bicara yang baik-baik saja

 Dengan begitu kita dapat mengendalikan mulut dan memelihara diri kita jauh dari kesukaran. Bukankah silent is golden? Dan yang kosong nyaring bunyinya sedangkan yang penuh itu tenang?

Perasaan
Di suatu hari sekitar jam tujuan malam, saya terkaget-kaget menyaksikan satu kejadian yang menurut saya sangat tidak etis terjadi di depan khalayak ramai. Seorang suami dengan amarah tak terbendung dan sikap kasarnya mendorong, memaki, mencerca, teriak, menunjuk-nunjuk ke muka istri dan menatapnya bagaikan mangsa liar yang siap dilahap, bola matanya membesar seperti hendak keluar dari persembunyiannya. Sementara si istri hanya diam dan sekali-kali membujuk suaminya supaya tenang, sabar, dan mengendalikan emosi. Suasana makan malam yang nyaman rusak seketika, suasana menjadi tegang dan pengunjung lain terganggu. Tidak tahu persis apa permasalahan mereka, tapi dalam hati timbul pertanyaan, apakah si suami tidak punya rasa malu untuk bertengkar di depan umum? Tidakkah dia dapat merasakan perasaan istri dan bermacam-macam pertanyaan lainnya berkecamuk dipikiran. Atau setidak-tidaknya dia sedikit bisa menghargai pengunjung lainnya. Dari cerita singkat di atas tergambar jelas bagaimana perasaan hati digelapkan emosi yang menguasai diri tanpa terkendali.
Kata perasaan mengingatkan saya pada kata hati, kedua kata ini sering hidup berdampingan menjadi ''perasaan hati''. Perasaan hati tidak sama dengan emosi. Perasaan hati cenderung halus dan berhubungan dengan hal-hal yang baik seperti indah, cinta kasih, senang, damai, bahagia dan sebagainya. Sedangkan emosi adalah hal buruk misalnya marah, benci, sakit hati, sedih, kecewa, iri dan lainnya.
Dengan perasaan bisa dinilai berada pada kondisi apa dan di mana pikiran kita pada saat itu. Menurut buku The secret, jika perasaan kita senang, gembira, bahagia, bersyukur dan sebagainya berarti pikiran kita sedang berada dalam area positif. Dan sebaliknya bila perasaan kita sedih, cemas, gelisah, takut, iri hati, sombong dan lain-lain berarti pikiran kita berada di area negatif.
Rumus gampangnya seperti ini,
    Perasaan "Baik" à Berpikir "Baik" à Menarik sesuatu yang "Baik" à Menghasilkan tindakan yang "Baik".

    Perasaan "Buruk" à Berpikir "Buruk" à Menarik sesuatu yang "Buruk" à Menghasilkan tindakan yang "Buruk".

Perasaan yang baik menghasilkan pikiran yang baik (positif). Pikiran yang baik menghasilkan perbuatan yang baik pula, yang diwujudkan dalam tindakan perkataan baik. Bila rumusan ini dilakukan secara rutin dalam arti menjadi kebiasaan, tidak mustahil akan membentuk kepribadian yang baik dan menarik, serta mendatangkan masa depan yang baik.

Sebaliknya perasaan buruk menciptakan pikiran buruk, dan pikiran buruk menghasilkan perbuatan jahat.
Agar dapat menarik masa depan yang baik, maka hati kita harus bersih karena tak ada satu makhluk hidup pun yang dapat mengotori dan membersihkan hati kita kecuali diri kita sendiri. Jika kita sering merasakan kepahitan hati maka sadarilah kalau itu berasal dari diri kita sendiri yang mengikuti emosi. Batin yang kotor adalah derita, bukan pikiran yang menderita. Jadi mana yang dipilih? Jauhkan hati dari perkara kotor atau biarkan batin menderita!.
Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak mengandalkan fungsi otak dari pada fungsi hati. Pada hal yang baik adalah keseimbangan antara pikiran dan perasaan, apa yang dipikirkan dijernihkan terlebih dahulu oleh hati dan diwujudkan dalam perbuatan. Karena kesadaran perasaan jauh lebih besar dari pada kesadaran pikiran. Artinya apabila kita dapat menggunakan hati dengan baik maka kita akan dapat menyadari kebenaran-kebenaran dari dalam hati yang jauh lebih baik dari pada kebenaran-kebenaran pikiran.
Sering kali kita dihadapkan pada kondisi antara pikiran dan perasaan bertolak belaka. Pikiran berkata "itu baik" sedangkan perasaan "tidak". Dalam keadaan demikian diri kita dipenuhi keraguan untuk bertindak. Keraguan ini timbul disebabkan peranan otak lebih dominan dibandingkan hati. Di mana pikiran lebih terbiasa digunakan dan sudah terlatih sejak kita kecil, sehingga pada saat hati (perasaan) berkata "itu salah" tidak ada keberanian diri untuk secara tegas mengikuti suara hati tersebut. Tetapi malah menimbulkan pergumulan.
Seperti ungkapan orang bijak "Listen to your heart''. Renungkan dan dapatkan jawaban dari hati karena tidak ada yang lebih mengerti diri kita selain kita sendiri. Naluri dalam arti hati (perasaan) adalah alat deteksi tercanggih yang dimiliki manusia. Ia memberi sinyal kepada kita untuk mengkonter ketidakbenaran namun di sisi lain ia juga mudah dipengaruhi, karena ia halus, berperasaan dalam dan baik adanya.
Jadi apabila perasaan kita sedang dipengaruhi situasi negatif, maka kembalikanlah perasaan itu menjadi positif dengan merubah fokus, suasana/ keadaan, input, arti dan cara bicara. Sehingga kita tetap dapat memelihara hati setiap saat. Dengan begitu kita akan senantiasa berperasaan baik lalu terbentuk sikap hati yang lemah lembut, dan menjadikan kita manusia yang tampil beda. Sebab hati adalah cermin manusia. Hati yang kasar mencerminkan pribadi yang kasar, dan hati yang lembut mendatangkan rezeki seperti kata Matius, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi"
Pelihara dan lembutkan hati mu . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar