Kamis, 13 Maret 2014

MESO sebuah gerakan budaya



MESO adalah gerakan bersama-sama untuk membudayakan rasa Malu, punya Etika dan SOpan-santun.

Bangsa Indonesia harus punya budaya:
1.  MALU terhadap perbuatan yang dapat merugikan pihak lain seperti kejahatan, korupsi, menipu, serakah dan lain sebagainya
2.  ETIKA setiap kita anak bangsa harus mempunyai etika dalam berbagai hal seperti etika berlalu lintas, etika pergaulan, etika bisnis, etika antri dan etika-etika lainnya
3.  SOPAN terhadap orang setiap orang, punya tata karma dimanapun kita ada

Dengan MESO kita wujudkan Indonesia yang damai, maju, terpandang dan berkualitas.

Saat ini pendidikan kita belum mengajarkan budaya MESO, kita sebagai generasi bangsa harus bersama-sama memulainya.

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa RAMAH. Tapi coba lihat di sekeliling kita sekarang ini, apa yang terjadi? Korupsi meningkat tanpa ada rasa malu, etika dalam kehidupan sudah dilupakan dan tidak ada yang peduli dengan sopan-santun. Kita hidup dalam lingkungan cuek dan individualism yang tinggi. Semangat gotong royong kian memudar. 

Ini saatnya, kalau bukan kita,siapa yang akan membuat Indonesia lebih baik?

Mari bersama-sama bergandengan tangan meneriakan budaya MESO.

Salam Meso

Rabu, 12 Maret 2014

Kesadaran



Saya menulis kata “KESADARAN” distatus handphone, beberapa menit kemudian saya menerima beberapa pesan sedikit menggoda dari teman berkomentar, “Jadi selama ini pingsan ya? Baru bangun? Koq baru sadar? Dan seterusnya.

Ya betul sekali. Saya setuju dengan para sahabat kalau saya baru saja terjaga dari tidur panjang dan sekarang sudah sadar. Betul saya baru sadar!

Kesadaran yang saya maksud di sini adalah apa yang saya sebut kesadaran sejati. Yaitu tahu ketika sesuatu sedang dilakukan, dapat merasakannya dan terkendali dengan baik.
Kesadaran berarti bangun dan terjaga.

Anda, saya dan kita semua setiap hari sibuk mengejar karier, berbisnis dan menjalankan aktivitas hidup masing-masing. Kita larut dan tenggelam dalam rutinitas ini, bahkan sebagian besar kegiatan itu dijalankan tanpa sadar seolah-olah sudah terprogram dengan baik dan tubuh hanya bagaikan robot untuk menjalankan semua itu. Hidup yang sudah benar-benar terpola.

Satu contoh yang simpel, bernafas. Setiap detik kita bernafas menghirup oksigen dan kita tahu bahwa kita harus bernafas kalau tidak artinya mati. Tapi apa kita masih sadar ketika menarik setiap oksigen yang masuk melalui tarikan nafas? Atau ketika nafas dihembus keluar? Berapa banyak di antara kita yang masih sadar atas rutinitas ini? Mungkin sebagian kecil dari kita tahu, tapi lebih sering tidak menyadarinya, kapan tarikan dan hembusan nafas itu terjadi. Kita tidak mau tahu apalagi peduli karena bernafas sudah berjalan dengan baik, otomatis. Nanti ketika masalah datang baru diperhatikan. Sama seperti sebuah mesin, bila dia bisa berjalan lancar ya sudah biarkan saja, tapi bilamana bermasalah baru kita berusaha mengatasinya.

Contoh lainnya adalah ketika bangun tidur dipagi hari, hal pertama yang saya lakukan adalah mandi. Meskipun saat itu kondisi saya masih mengantuk dan setengah sadar atau sedikit oleng karena belum sadar betul tapi untuk aktivitas mandi tidak mungkin terlewatkan. Mungkin ada di antara kita yang tidak mandi pagi? Bagi kita orang Indonesia rasanya mustahil… Apakah kita pernah menyadari hal ini? setidak-tidaknya bertanya pada diri sendiri berapa lama sudah aktivitas mandi pagi ini saya jalankan? Apakah kita melakukannya dalam kondisi sadar? Atau bagaikan robot yang sudah terprogram dengan pasti?.

Tentu masih banyak lagi aktivitas kita sehari-hari lainnya yang terjadi dalam kondisi tanpa sadar dan terjadi begitu saja, bahkan saat melangkahkan kaki pun kita tidak sadar kaki kiri atau kaki kanan, tertawa dan bicara juga sering kali tak sadar. Semua terjadi begitu saja, berlalu dan hilang. Lalu berapa banyak kegiatan sehari-hari yang disadari? Saya belum dapat menemukan data statistik ini atau mungkin juga belum ada penelitiannya, tapi saya pernah mencoba untuk menghitung dalam satu hari berapa banyak perbuatan yang saya sadari. Hasilnya lebih banyak yang tidak disadari dari pada yang disadari. 97% terjadi begitu saja. Ini kenyataannya.
 
Ketidaksadaran disebabkan pikiran bercabang karena sudah terbiasa berpikir dari satu persoalan ke persoalan lainnya. Pikiran selalu berubah-ubah dan dengan mudah lompat-lompat, berselancar, berkelana dan terbiasa bebas (tanpa terkontrol) mencari sesuatu yang menyenangkan sehingga sukar untuk dikendalikan, akibatnya kita tidak fokus, emosional, stres, gelisah dan lain sebagainya.
Kita terlalu mencintai pikiran-pikiran itu.

Pikiran adalah milik pribadi. Sesuatu yang menjadi milik pribadi maka kita yang punya hak penuh atas barang tersebut. Terserah mau kita apakah barang tersebut, apakah mau kita kendalikan atau dibiarkan bebas sebebas-bebasnya dan kitalah yang menentukannya. Karena kita adalah tuan atasnya. Demikian juga terhadap pikiran, meskipun sifat pikiran seperti di atas selalu berubah-ubah, lompat-lompat, berselancar, bebas dan mencari sesuatu yang menyenangkan bukan berarti kita tidak bisa mengontrol pikiran itu. Kita bebas memerintahkan pikiran, menyuruh dia melakukan apa yang kita mau, dan sebagai hamba maka pikiran itu harus mau tunduk menuruti tuannya.

Cara terbaik untuk mengendalikan pikiran adalah pertama-tama menyadari bahwa pikiran itu liar, lalu meditasi untuk melepaskan semua pikiran liar itu. Dengan meditasi kita melatih mengendalikan pikiran, bila pikiran sudah terkendali maka kesadaran muncul.

Ciputra, pengusaha properti terpandang pernah berkata setiap saat dia berpikir dan dia merasa sial karena tidak bisa berpikir selama tidur. Ini pengakuan sangat jujur, yang menunjukkan bukti bahwa pikiran itu memang liar dan tidak kenal lelah bekerja.

Kesadaran bukan sekedar penting bagi diri sendiri tetapi dalam banyak kesempatan juga berguna bagi lingkungan di mana kita ada. Ketika kesadaran itu terpelihara dengan baik dan melekat pada diri maka kita akan tampil menjadi pribadi yang berbeda. Mengapa ini bisa terjadi? karena kesadaran membawa kita kepada toleransi, empati, belas kasihan, tenang, bahagia dan rendah hati.

Pribadi yang beda itu mungkin saja, kalau dulu emosional maka sekarang lebih dapat mengendalikan emosi karena menyadari kondisi emosional tersebut. Apabila kita menyadari saat ini kita sedang dalam kondisi emosi tentu kita bisa langsung mengendalikannya, tetapi sebaliknya bila kita tidak menyadarinya maka emosi itu akan terus berlanjut dan berkembang. Gampangnya begini, Anda berjalan di bawah terik matahari yang sangat panas pada siang hari, bila Anda tidak menyadari terik matahari itu panas maka Anda akan terus berjalan sampai Anda menyadari terik matahari itu panas menyengat. Pada saat menyadarinya maka tubuh akan minta untuk berteduh atau menghindari teriknya panas dan disaat panas muncul, rasa haus dan keringat juga datang.

Saat ketenangan berdiam dalam diri maka perasaan menjadi nyaman, damai dan bahagia. Tubuh lebih relaks dan sistem sirkulasi darah dalam tubuh bekerja lebih baik. Sehingga segala energi negatif seperti emosi, egois, kebencian akan sirna terkikis energi positif yang timbul. Bahkan penyakit pun menjauh.

Jumat, 28 Oktober 2011

Kebiasaan


Suatu hari ketika saya dalam bus hendak berangkat ke kantor, tanpa sengaja mendengar percakapan seorang yang duduk di samping saya melalui telepon selulernya (tentu ini bukan perbuatan sopan mendengar pembicaraan orang yang tidak ada hubungannya dengan saya) dengan nada sedikit tinggi dia berkata "Itu sudah kebiasaan, tidak bisa dirubah. Jadi terima saja apa adanya!" Saya sedikit kaget lalu melirik ke arah dia. Seorang gadis cantik, dari raut wajahnya jelas terlihat dia sedang marah dan menahan emosi. Wajahnya tegang dan bola matanya sedikit membesar, tangan kirinya menggenggam erat handphone yang menempel ditelinga.

Sebenarnya siapa yang peduli dengan ucapannya. Tidak ada yang istimewa, semua orang juga boleh berkata begitu. Tapi entah mengapa pikiran saya menangkap sesuatu yang tidak nyaman dan seperti ada sesuatu yang mengganjal dihati. Di sepanjang perjalanan pikiran saya terus terusik, digelitik oleh ucapannya itu, dan bertanya-tanya dalam hati "Apa iya, kebiasaan itu tidak bisa dirubah. Dan suka tidak suka orang lain harus menerimanya?" ehm… menarik juga untuk direnungkan.

Bagi saya pribadi arti kebiasaan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan berulang-ulang, terus menerus hingga masuk dalam pikiran bawah sadar lalu dapat bertindak secara spontan tidak perlu dipikirkan lagi. 
Dari beberapa literatur yang saya baca, salah satunya adalah Hypnotherapy-the art of subconscious restructuring yang ditulis oleh Adi W. Gunawan, seorang pakar pikiran (the re-educator & mind navigator). Bahwa pikiran dibagi menjadi dua, yaitu: pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Peran dan pengaruh pikiran sadar terhadap diri kita adalah sebesar 12%, sedangkan pikiran bawah sadar mencapai 88%. Lalu kebiasaan ada pada kategori mana? Jelas ada di pikiran bawah sadar.

Meskipun kebiasaan ada dalam pikiran bawah sadar yang tidak gampang ditembus, tetapi bukan berarti tidak bisa untuk merubah kebiasaan. Ada banyak cara dan jalan menembus pikiran bawah sadar seperti banyak dibahas dalam buku hypnotherapy, tetapi saya punya cara sendiri untuk merubah kebiasaan. Khususnya kebiasaan buruk supaya saya bisa lebih baik lagi, karena yang buruk sudah pasti tidak baik, dan kita wajib senantiasa berusaha merubah atau membuang segala sesuatu yang buruk dan melakukan serta memelihara kebaikan.

Cara saya adalah dengan kesadaran. Artinya setiap kali kebiasaan buruk datang, saya sadari itu kebiasaan buruk. Hanya itu! Otak diprogram untuk selalu ingat "KESADARAN", saat kebiasaan muncul pikiran otomatis berkata "sadar". Dan ketika menyadarinya maka logika saya akan berkata "stop! Jangan teruskan" dan kalau saya serius ingin membuang kebiasaan buruk itu maka logika saya akan berkata "Ya, ini harus diakhiri karena ini kebiasaan buruk". Bila cara ini secara konsisten diterapkan dan dipertahankan terus maka niscaya kebiasaan buruk itu pasti akan pergi alias hilang.

Di sini saya memberikan sebuah ilustrasi mengenai suatu kebiasaan.
Ada sebuah cerita sepasang suami istri yang sudah dikaruniakan tiga orang. Pasangan ini selama belasan tahun rumah tangga tidak pernah harmonis, dan satu-satunya yang menyebabkan kecekcokan dalam rumah tangga mereka adalah kebiasaan suami yang bila buka pintu lemari pakaian tidak menutupnya kembali, sedangkan si istri paling benci hal itu. Berulang kali dinasihati suami tetap lupa, lupa dan lupa menutup pintu lemari. Meskipun sepintas masalahnya sepele dan kecil tapi akibatnya fatal, keributan yang kecil berubah menjadi besar dan perceraian di depan mata. Ketika mereka konseling lalu diberikan solusi supaya menempelkan tulisan "habis buka, tutup kembali" di dua sisi pintu lemari bagian dalam dan luar. Dan setiap kali pintu lemari dibuka tulisan itu harus sangat jelas terbaca oleh suami. Apa yang terjadi? Dalam waktu dua Minggu suami sudah menjadi terbiasa menutup kembali pintu lemari yang dia buka. Tiga Minggu berikutnya tulisan tersebut hilang, dan kalau suami melihat ada pintu lemari yang masih terbuka secara spontan dia akan menutupnya meskipun bukan dia yang membukanya. Bisa dibayakan bagaimana akhir cerita itu. Sekarang keluarga ini bisa hidup harmonis, rukun dan damai.

Sebetulnya mungkin saja untuk merubah sebuah kebiasaan, bahkan saya katakan sangat-sangatlah mungkin itu terjadi. Yang perlu dilakukan, pertama mengakui kebiasaan buruk itu sendiri, kedua punya komitmen untuk merubahnya dan terakhir selalu menyadari kebiasaan itu. Saya percaya dalam waktu singkat bila ketiga poin ini dilakukan dengan baik maka sebuah kebiasaan khususnya kebiasaan yang buruk akan berubah dan tak mustahil hilang. Sebab dari latihan yang paling sederhana dan kecil akan berubah menjadi terbiasa, lalu apa yang sudah biasa dilakukan menjadi sifat, dan sifat menjadi karakter dan karakter bermutasi menjadi takdir….


Anda tidak percaya? Silakan coba….

Rabu, 12 Oktober 2011

yang Waras Minggir!


Mengapa yang waras harus minggir? Karena hanya yang masih waras yang mau mengalah. Suatu pagi hari di ruas jalan tol ada satu mobil di jalur kanan dengan kecepatan tinggi, dan tiba-tiba di belakang mobil tersebut muncul mobil lain dengan kecepatan yang jauh lebih cepat lagi. Mobil tersebut berulang kali membunyikan klakson "tin, tin . . . . tin...." berulang-ulang sambil memainkan lampu dim-nya minta jalan. Tidak sabar! Lalu mobil pertama yang ada di depan mengalah dan memberi jalan kepada mobil tersebut untuk mendahului.

Seandainya pada saat itu mobil pertama yang ada di depan tidak mau memberi jalan, tentu mobil di belakang akan lebih marah. Karena mobil kedua berpikir jalur kanan untuk kecepatan tinggi dan mendahului, sedangkan mobil pertama berpikir sebaliknya. Kecepatan mobil dia sudah sesuai dengan aturan/ rambu lalu lintas.

Terlepas dari siapa yang salah dan benar dalam hal ini, yang jelas yang waras yang mau menggunakan pikiran, mengendalikan mulut dan menjaga perasaan hatinya.

Pikiran (otak), bicara (mulut) dan perasaan (hati) adalah tiga hal yang terpenting pada diri seseorang.


Pikiran
Segala sesuatu berasal dari pikiran bahkan untuk menciptakan sesuatu kita harus mulai melihatnya dalam pikiran terlebih dahulu. Mimpi sekalipun juga merupakan permainan pikiran.

Demikian hebatnya pikiran itu sampai dikatakan "you are what you think", Anda adalah apa yang anda pikirkan. Maka apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi. Memasukkan input negatif dalam pikiran kita setiap hari dampaknya akan merusak dan sebaliknya input positif output-nya akan baik.

Pikiran itu senantiasa liar! bergerak terus. Kadang logis dan di saat lain sangat tidak logis. Oleh karena itu kesadaran akan pikiran perlu terus dilatih agar pikiran terus dalam kondisi logis. Pada kondisi logis tindakan yang dilakukan adalah baik dan positif, tetapi pada saat tidak logis hal-hal tidak baik dan negatif yang terjadi. Contohnya membunuh hanya karena persoalan uang Rp 500,- Logiskah itu?
Agar pikiran tidak liar dan negatif, maka usahakanlah agar pikiran Anda fokus hanya pada kebaikan, dan jaga emosi. Semakin dapat disadari akan semakin dapat dikendalikan pikiran itu. Untuk mencapai itu semua dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
1.    Utamakan Tuhan di setiap pikiran, khususnya pada saat-saat pikiran kosong
2.    Doa dan meditasi, akan memberikan ketenangan batin dan pikiran yang jernih
3.    Senantiasa logis dalam bertindak
4.    Memberi input yang baik
5.    Sadari pikiran itu dan bila ngelantur kembalikanlah
6.    Ciptakan suasana hati yang baik

Meskipun pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus serta bergerak liar sesukanya. Tetapi apabila pikiran kita dalam kondisi logis dan mampu menatanya, kita akan bahagia.


Bicara
Sepintas mulut itu lemah. Tetapi di balik kelembutannya mulut menyimpan ledakan dahsyat yang setiap saat siap diledakkan. Walaupun tidak mempunyai kekuatan fisik seperti tangan dan kaki, ledakannya bisa lebih dahsyat dari pada kekerasan yang dilakukan tangan dan kaki. Dan ketajamannya melebihi sayatan silet. Kekerasan menggunakan tangan dan kaki mempunyai bekas tetapi kekerasan bicara tidak memiliki bukti sekalipun dengan hasil visum (kecuali direkam menggunakan bantuan teknologi).

Mulut dalam arti bicara adalah anugerah besar yang diberikan kepada umat manusia. Melalui bicara kita dapat berbagi pemikiran, mengerti satu sama lain, mengungkapkan ide, memberi nasihat, memberi semangat. Tetapi juga bisa menjadi masalah.
Ketika bicara tidak baik orang merasa tersinggung dan marah, dari nada bicara orang dapat merasakan kasih sayang dan kebencian. Apa yang diucapkan akan dipertanggung jawabkan pada akhirnya.

Ada sebuah ungkapan ''the more you talk, the more you expose yourself'' Semakin banyak kita bicara, semakin terbukalah jati diri kita dengan segala kelemahannya. Karena dengan tutur bahasa, "kelas" seseorang ditentukan. Bukan hanya materi belaka yang bicara, tetapi lebih dari itu. Pemilihan kata dan gaya bicara yang santun melampaui segala materi yang ada.
Saya pernah baca sebuah headline berita kira-kira seperti ini "Dia dibunuh karena perkataannya", lalu saya bertanya dalam hati perkataan apa yang sudah diucapkan korban sehingga dia dibunuh? Demikian kasarkah kata itu sehingga si pembunuh tersakiti sehingga dia tega menghabisi nyawa orang itu?
Ada kalanya kita kurang berhati-hati mengeluarkan canda atau perkataan. Meskipun tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan orang lain, namun ternyata bisa menyinggung dan mendatangkan dendam. Selain menyinggung, perkataan sia-sia pun bisa mencelakakan kita dalam banyak bentuk.
Semakin banyak bicara, semakin besar kemungkinan untuk mengeluarkan perkataan yang tidak bermanfaat dan mengundang kejahatan seperti gosip, mencela, sombong, bohong, menjelekkan orang lain dan lain sebagainya. Semua itu bisa dengan mudah keluar dari mulut ketika kita tidak punya kendali terhadap apa yang keluar dari mulut. Itulah sebabnya lidah diletakkan dalam mulut supaya dia terlindungi (diawasi) dan tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata. Karena ada kuasa di balik perkataan yang keluar dari mulut.
Sering kali kita mati-matian menjaga sikap, perbuatan dan tingkah laku, namun mengabaikan soal mengeluarkan perkataan, sia-sialah semua itu. Sekalipun letak mulut sama, tetapi dari mulut yang sama juga bisa keluar kata berkat dan kata kutukan. Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati dan bersumber dari pikiran.
Mulut meskipun kecil, tapi dapat melakukan perkara-perkara besar. Bisa mendamaikan dan sebaliknya bisa mendatangkan perang. Oleh karena itu perlu senantiasa berhati-hati dalam berkata-kata dan melatih diri supaya dapat mengendalikan mulut melalui:
1.    Mati raga terhadap mulut dan lidah dalam arti bicara
2.    Lambat dalam berkata-kata
3.    Bicara lembut dan sopan
4.    Dan bicara yang baik-baik saja

 Dengan begitu kita dapat mengendalikan mulut dan memelihara diri kita jauh dari kesukaran. Bukankah silent is golden? Dan yang kosong nyaring bunyinya sedangkan yang penuh itu tenang?

Perasaan
Di suatu hari sekitar jam tujuan malam, saya terkaget-kaget menyaksikan satu kejadian yang menurut saya sangat tidak etis terjadi di depan khalayak ramai. Seorang suami dengan amarah tak terbendung dan sikap kasarnya mendorong, memaki, mencerca, teriak, menunjuk-nunjuk ke muka istri dan menatapnya bagaikan mangsa liar yang siap dilahap, bola matanya membesar seperti hendak keluar dari persembunyiannya. Sementara si istri hanya diam dan sekali-kali membujuk suaminya supaya tenang, sabar, dan mengendalikan emosi. Suasana makan malam yang nyaman rusak seketika, suasana menjadi tegang dan pengunjung lain terganggu. Tidak tahu persis apa permasalahan mereka, tapi dalam hati timbul pertanyaan, apakah si suami tidak punya rasa malu untuk bertengkar di depan umum? Tidakkah dia dapat merasakan perasaan istri dan bermacam-macam pertanyaan lainnya berkecamuk dipikiran. Atau setidak-tidaknya dia sedikit bisa menghargai pengunjung lainnya. Dari cerita singkat di atas tergambar jelas bagaimana perasaan hati digelapkan emosi yang menguasai diri tanpa terkendali.
Kata perasaan mengingatkan saya pada kata hati, kedua kata ini sering hidup berdampingan menjadi ''perasaan hati''. Perasaan hati tidak sama dengan emosi. Perasaan hati cenderung halus dan berhubungan dengan hal-hal yang baik seperti indah, cinta kasih, senang, damai, bahagia dan sebagainya. Sedangkan emosi adalah hal buruk misalnya marah, benci, sakit hati, sedih, kecewa, iri dan lainnya.
Dengan perasaan bisa dinilai berada pada kondisi apa dan di mana pikiran kita pada saat itu. Menurut buku The secret, jika perasaan kita senang, gembira, bahagia, bersyukur dan sebagainya berarti pikiran kita sedang berada dalam area positif. Dan sebaliknya bila perasaan kita sedih, cemas, gelisah, takut, iri hati, sombong dan lain-lain berarti pikiran kita berada di area negatif.
Rumus gampangnya seperti ini,
    Perasaan "Baik" à Berpikir "Baik" à Menarik sesuatu yang "Baik" à Menghasilkan tindakan yang "Baik".

    Perasaan "Buruk" à Berpikir "Buruk" à Menarik sesuatu yang "Buruk" à Menghasilkan tindakan yang "Buruk".

Perasaan yang baik menghasilkan pikiran yang baik (positif). Pikiran yang baik menghasilkan perbuatan yang baik pula, yang diwujudkan dalam tindakan perkataan baik. Bila rumusan ini dilakukan secara rutin dalam arti menjadi kebiasaan, tidak mustahil akan membentuk kepribadian yang baik dan menarik, serta mendatangkan masa depan yang baik.

Sebaliknya perasaan buruk menciptakan pikiran buruk, dan pikiran buruk menghasilkan perbuatan jahat.
Agar dapat menarik masa depan yang baik, maka hati kita harus bersih karena tak ada satu makhluk hidup pun yang dapat mengotori dan membersihkan hati kita kecuali diri kita sendiri. Jika kita sering merasakan kepahitan hati maka sadarilah kalau itu berasal dari diri kita sendiri yang mengikuti emosi. Batin yang kotor adalah derita, bukan pikiran yang menderita. Jadi mana yang dipilih? Jauhkan hati dari perkara kotor atau biarkan batin menderita!.
Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak mengandalkan fungsi otak dari pada fungsi hati. Pada hal yang baik adalah keseimbangan antara pikiran dan perasaan, apa yang dipikirkan dijernihkan terlebih dahulu oleh hati dan diwujudkan dalam perbuatan. Karena kesadaran perasaan jauh lebih besar dari pada kesadaran pikiran. Artinya apabila kita dapat menggunakan hati dengan baik maka kita akan dapat menyadari kebenaran-kebenaran dari dalam hati yang jauh lebih baik dari pada kebenaran-kebenaran pikiran.
Sering kali kita dihadapkan pada kondisi antara pikiran dan perasaan bertolak belaka. Pikiran berkata "itu baik" sedangkan perasaan "tidak". Dalam keadaan demikian diri kita dipenuhi keraguan untuk bertindak. Keraguan ini timbul disebabkan peranan otak lebih dominan dibandingkan hati. Di mana pikiran lebih terbiasa digunakan dan sudah terlatih sejak kita kecil, sehingga pada saat hati (perasaan) berkata "itu salah" tidak ada keberanian diri untuk secara tegas mengikuti suara hati tersebut. Tetapi malah menimbulkan pergumulan.
Seperti ungkapan orang bijak "Listen to your heart''. Renungkan dan dapatkan jawaban dari hati karena tidak ada yang lebih mengerti diri kita selain kita sendiri. Naluri dalam arti hati (perasaan) adalah alat deteksi tercanggih yang dimiliki manusia. Ia memberi sinyal kepada kita untuk mengkonter ketidakbenaran namun di sisi lain ia juga mudah dipengaruhi, karena ia halus, berperasaan dalam dan baik adanya.
Jadi apabila perasaan kita sedang dipengaruhi situasi negatif, maka kembalikanlah perasaan itu menjadi positif dengan merubah fokus, suasana/ keadaan, input, arti dan cara bicara. Sehingga kita tetap dapat memelihara hati setiap saat. Dengan begitu kita akan senantiasa berperasaan baik lalu terbentuk sikap hati yang lemah lembut, dan menjadikan kita manusia yang tampil beda. Sebab hati adalah cermin manusia. Hati yang kasar mencerminkan pribadi yang kasar, dan hati yang lembut mendatangkan rezeki seperti kata Matius, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi"
Pelihara dan lembutkan hati mu . . .